Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan video syur dari sosok artis muda. Bukan kali pertama sang artis terlibat skandal video syur ini. Jika video pertama berdurasi 47 detik, video kali ini konon katanya memiliki durasi 11 menit!
Netizen berkomentar, apa yang dialami oleh artis cantik ini adalah revenge porn. Revenge porn atau pornografi balas dendam mengacu pada ancaman atau tindakan penyebaran konten intim non-konsensual yang dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan.
Ada banyak alasan mengapa pelaku menyebarkan konten intim non-konsensua, biasanyal karena sakit hati ditinggalkan, tidak ingin pisah, memaksa rujuk kembali, atau menginginkan sesuatu tetapi tidak dituruti.
Istilah revenge porn ini cukup problematik sebenarnya, karena mengindikasikan bahwa kekerasan terjadi karena korban berbuat salah terlebih dahulu, sehingga pelaku berhak melakukan balas dendam.
Revenge porn ini sendiri termasuk jenis kekerasan berbasis gender. Di mana di Indonesia sendiri, kasus kekerasan berbasis gender ini mirip fenomena gunung es. Hanya sedikit yang nampak, yang lain terkubur mendalam. Sebab, tak banyak korban yang berani melapor.
Ini menjadi keresahan bagi sosok pengacara muda, Justitia Avila Veda. Kepeduliannya terhadap korban kekerasan berbasis gender membuatnya membentuk KAKG (Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender).
Bersama KAKG, Justitia Avila Veda tak lelah mendampingi para korban kekerasan berbasis gender. Kegigihannya ini membuatnya terpilih menjadi salah satu penerima SATU Indonesia Award 2022.
Profil Justitia Avila Veda
Justitia Avila Veda dan Privilege yang dimiliki | dokpri Justitia Avila Veda
Sosok Justitia Avila Veda membuat saya terkagum. Dari namanya saja saya sudah bisa menebak betapa sosok ini sangat gigih dalam memperjuangkan keadilan.
Saya merasa beruntung, bisa mewawancarainya secara online. Ditengah kesibukannya berkegiatan di luar negeri, dia masih menyempatkan diri untuk menjawab beberapa pertanyaan yang saya lontarkan.
Justitia Avila Veda, adalah putri dari sepasang pengacara yang kemudian menjadi notaris. Memiliki orang tua dengan latar belakang hukum, membuatnya memiliki privilege untuk berkarir di bidang hukum.
Justitia Avila Veda atau yang akrab disapa Veda, menamatkan kuliah hukum S1 di Universitas Indonesia, kekhususan program pidana. Kemudian dilanjutkan dengan kuliah hukum S2 di University of Chicago Law School, kekhususan program law and economics.
Veda juga sempat mengikuti kursus di Northern Illinois University, dalam bidang gerakan hak sipil, feminis, disabilitas, dan buruh migran.
Banyaknya orang disekitarnya menjadi korban kekerasan berbasis gender, termasuk dirinya sendiri, membuat Veda ingin menjadi bagian dari solusi. Bersama enam orang temannya, Veda mendirikan KAKG (Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender).
Veda ingin menjadi dewi keadilan yang berani dan bijaksana dalam memberantas kasus kekerasan berbasis gender ini. Sesuai dengan namanya, Justitia Avila Veda yang berarti Dewi Keadilan yang Berani dan Bijaksana.
Mengenal Kekerasan Berbasis Gender
Apa itu kekerasan berbasis gender? Tindakan bisa dikatakan sebagai kekerasan berbasis gender jika terdapat unsur kekerasan fisik, kekerasan psikis, atau kekerasan seskual yang bermula dari asumsi status gender tertentu.
Kekerasan berbasis gender ini biasanya terjadi melalui kontak fisik maupun non fisik, yang mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, dan dipermalukan.
Sebuah tindakan bisa dianggap sebagai kekerasan berbasis gender dimulai dari ancaman, mengakibatkan rasa sakit secara fisik, pemiskinan atau penelantaran, kekerasan fisik, juga praktik sosial budaya yang membahayakan.
Jenis kekerasan berbasis gender
Kekerasan berbasis gender ini banyak macamnya.
Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang berbasis ancaman atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan hasrat seksual atau fungsi reproduksi.
Contoh kekerasan seksual ini antara lain pelecehan seksual, pemerkosaan, penyiksaan seksual, pemaksaan aborsi, prostitusi paksa, dan lain-lain.
Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang mengakibatkan rasa sakit/bekas luka/luka pada tubuh dengan motif asumsi gender atau seksual.
Bentuk kekerasan fisik ini antara lain tamparan atau jambakan dari pasangan akibat menolak keinginannya.
Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah kekerasan yang ditimbulkan dari permainan emosi yang mengakibatkan tekanan terhadap mental korban.
Kekerasan psikis ini bisa berupa pengendalian, eksploitasi, pelarangan, pemaksaan, hingga isolasi sosial terhadap pasangan.
Kekerasan sosial dan ekonomi
Kekerasan sosial dan ekonomi adalah kekerasan yang mengakibatkan penelantaran ekonomi atau pemiskinan korban, atau menciptakan rasa ketidaknyamanan/kebebasan.
Bentuk kekerasan sosial dan ekonomi ini berupa penelantaran istri dan anak oleh suami, pemaksaan oleh pasangan untuk memenuhi biaya hidupnya.
Kekerasan praktik dan sosial budaya
Kekerasan praktik dan sosial budaya ini adalah kekerasan dengan dasar kultur yang dilandasi asumsi gender. Kekerasan ini cukup jarang atau hanya di beberapa daerah saja dan dianggap berbahaya.
Sunat perempuan, pernikahan dini, dan perkawinan paksa adalah contoh dari kekerasan praktik dan sosial budaya.
Angka Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia
Berdasarkan data Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan sepanjang 2021 sebanyak 338.496 atau naik 50% dibandingkan tahun sebelumnya.
Adapun jenis kekerasan berbasis gender terhadap perempuan tertinggi yaitu kekerasan fisik dengan persentase laporan kasus sebesar 40,2 persen. Kekerasan seksual berada di posisi ke-2 dengan persentase 25,7 persen.
Di bawah kekerasan seksual, ada kekerasan psikis dengan persentase laporan kasus sebesar 21,4 persen. Laporan dengan jumlah terendah pada data kekerasan berbasis gender berdasarkan bentuk yakni kekerasan ekonomi dengan persentase 12,6 persen.
Miris, setiap tahunnya angka kekerasan berbasis gender di Indonesia selalu mengalami kenaikan.
KAKG Bantu Korban Kekerasan Berbasis Gender
Dalam wawancara, Veda berujar bahwa masih banyak orang-orang disekitarnya yang menjadi korban kekerasan berbasis gender. Bahkan, dirinya sendiri pun pernah menjadi korban.
Inilah yang membuat Veda akhirnya mendirikan KAKG pada September 2020 lalu.
Cuitan viral
Langkah Veda mendampingi korban kekerasan berbasis gender bermula dari cuitan yang ia lontarkan di media sosial Twitter atau yang sekarang berubah nama X.
Juni 2020, Veda mengunggah sebuah cuitan.
“Waktu itu aku nge-tweet dan aku bilang, kalau ada yang ingin konsultasi tentang kasus pelecehan seksual atau kasus kekerasan seksual, baik yang dialami diri sendiri atau orang lain bisa kirim email ke aku atau bisa direct message di Twitter,” kata Veda.
Tak menunggu lama, cuitan itu pun langsung viral. Tak hanya banyak korban yang mengadu, tetapi juga beberapa rekan Advokat yang menawarkan bantuan, untuk bersama-sama membantu korban kekerasan berbasis gender ini.
Cuitan itu laksana kunci yang membuka kotak pandora terhadap kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan seksual. Banyak korban yang mengadu padanya. Jenis kekerasan seksual yang terjadi pun beragam, mulai dari pencabulan hingga pemerkosaan. Mirisnya, banyak kekerasan seksual itu terjadi dalam institusi pendidikan maupun keagamaan.
Bersama KAKG dampingi korban kekerasan berbasis gender
KAKG | Instagram KAKG
Pada November 2020, Veda memutuskan membuat struktur kelembagaan yang lebih akuntabel, transparan untuk kolektifnya sebagai badan konsultasi hukum. Kolektif tersebut kemudian terikat dalam kode etik advokat dan kode etik profesi yang dinamakan Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG).
KAKG memiliki isu khusus pada isu pelecehan dan kekerasan seksual. KAKG juga berusaha untuk menekan angka kekerasan berbasis gender yang jumlahhya terus meningkat.
KAKG akan membantu korban kekerasan berbasis gender melalui beberapa layanan. Mulai dari pemberian konsultasi hukum gratis, memberi rujukan kepada lembaga terkait, hingga dalam situasi luar biasa, KAKG memberikan pendampingan langsung kepada korban.
Perjalanan KAKG Dampingi Korban Kekerasan Berbasis Gender
Veda pun menceritakan secara gamblang, bagaimana perjalanan KAKG dalam mendampingi korban kekerasan berbasis gender. Berikut adalah timeline perjalanan KAKG.
Sejarah KAKG | dokpri Justitia Avila Veda
Sejak dibentuk pada tahun 2020 lalu, hingga kini KAKG sudah menerima 465 kasus aduan.
Veda juga bercerita tentang pondasi kelembagaan KAKG.
Pondasi Kelembagaan KAKG | dokpri Justitia Avila Veda
KAKG memiliki visi tercapainya kesetaraan dan keadilan gender, khususnya bagi korban kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender di Indonesia.
Beberapa program yang dilakukan oleh KAKG dalam mendampingi korban kekerasan berbasis gender, antara lain :
Layanan bagi korban kekerasan seksual :
- Konsultasi penyelesaian secara hukum dan non-hukum gratis
- Rujukan kepada lembaga penyedia bantuan hukum dan non-hukum yang lebih ahli di bidang kekerasan yang diadukan
- Rujukan kepada lembaga penyedia layanan kesehatan, psikologis, dan lain-lain
- Pendampingan langsung, baik secara pidana maupun perdata
Gugatan publik melawan diskriminasi gender
- Melakukan pengujian undang-undang dan peraturan di bawahnya
- Melakukan gugatan melawan hukum atas tindakan pemerintah
Revenge Porn, Kasus yang Paling Banyak Dilaporkan
Veda bercerita, bahwa kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan ke KAKG.
Kekerasan berbasis gender online adalah kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi digital dan bertempat di dunia maya. Secara prinsip, KBGO sama sebagaimana kekerasan berbasis gender yang terjadi di dunia nyata. Tindak kekerasan tersebut memiliki niatan melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.
Salah satu bentuk KBGO ini adalah penyebaran konten intim atau meminjam istilah saat ini, revenge porn, seperti yang dialami oleh artis muda cantik yang saya ceritakan di awal.
Terjadinya pandemi, ikut berperan dalam meningkatkan kasus KBGO ini. Pandemi membuat orang lebih banyak melakukan aktivitas secara online, termasuk melakukan kekerasan berbasis gender.
Menurut Data Lembaga Layanan Tahun 2020, CATAHU 2021 yang dilansir dari situs resmi Komnas Perempuan, kasus revenge porn yang termasuk kekerasan berbasis gender itu tercatat sebanyak 71 kasus.
Berbagai kasus itu mayoritas dilakukan oleh mantan pacar. Padahal, larangan dan sanksi bagi penyebar foto telanjang telah tertuang secara jelas dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Jalan Terjal Dampingi Korban Kekerasan Berbasis Gender
Semangat dampingi korban kekerasan berbasis gender | YouTube SATU Indonesia
Mendampingi korban kekerasan berbasis gender tentu tidak mudah. Veda dan tim tentu mengalami banyak tantangan dan hambatan.
Lelah secara fisik dan mental pun dirasakan. Bahkan, setiap lawyer KAKG memiliki sesi konseling dengan psikolog. Tak mudah, mendampingi korban kekerasan berbasis gender.
Belum lagi, jika korban memiliki trauma kejiwaan yang mendalam. Rehabilitasi kesehatan mental korban menjadi prioritas utama.
Menurut Veda, penanganan kasus kekerasan seksual terbilang berat. Banyak trauma dan ketidakberdayaan yang dialami korban ketika peristiwa ini terjadi. Tantangan lain adalah banyak korban yang bahkan merasa terintimidasi ketika hendak melaporkan kasus yang dialaminya. Belum lagi soal stigmatisasi atau kemampuan mental dan finansial yang masih lemah.
“Bisa karena ketidaktahuan tentang apa yang terjadi dengan dirinya [saat terjadi kekerasan seksual], ketidaktahuan bagaimana memprosesnya, persiapan seperti apa, cari bantuan ke mana. Dengan kultur kita yang sangat misoginis, hukum kita yang sangat seksis juga, aparat penegak hukum banyak yang belum tahu UU TPKS itu apa,” jelas Veda yang saat ini juga menjabat sebagai Legal and Policy Manager di Konservasi Indonesia.
Semua itu, seolah belum cukup. Perjuangan KAKG semakin menantang saat mendampingi korban yang berada di daerah terpencil.
Ketika korban berasal dari daerah terpencil, keterbatasan akses menjadi hambatan dalam proses pendampingan. Mulai dari minimnya akses internet, hingga kekurangan mitra yang memberikan layanan kesehatan dan psikologis.
Ya, saat mendampingi korban kekerasan berbasis gender, KAKG tidak bekerja sendiri. KAKG menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga terkait, khususnya yang bergerak dalam pelayanan kesehatan dan psikologis.
Beberapa mitra KAKG ini antara lain Komnas Perempuan, penyedia layanan psikolog HatiPlong, Pulih, CariLayanan.id, dll.
Meski tak pernah mendapat intimidasi saat proses pendampingan, aparat hukum yang berbelit dan tak banyak membantu, juga menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh KAKG.
Harapan KAKG
KAKG baru berusia 3 tahun, tetapi sudah banyak kasus kekerasan berbasis gender yang didampingi. Menurut Veda, masih banyak kekerasan yang dialami perempuan. Kelompok LGBTIQ juga mengalami tekanan dan persekusi yang lebih buruk. Situasi kekerasan berbasis gender di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan.
KAKG tak lelah berjuang | YouTube SATU Indonesia
Oleh karena itu, KAKG terus semangat dalam berjuang. Mengajak para pihak yang juga peduli terhadap pemberantasan kekerasan berbasis gender ini untuk ikut berkolaborasi.
Veda berharap, KAKG bisa memastikan setiap korban dapat memperoleh keadilan yang dibutuhkannya, juga terjadi transformasi positif dalam sistem hukum Indonesia.
Terus Dampingi Korban Kekerasan Berbasis Gender Bersama SATU Indonesia Awards
SATU Indonesia Awards | YouTube SATU Indonesia Awards
Perjuangan Veda mendampingi korban kekerasan berbasis gender mendapatkan apresiasi dari Astra Indonesia. Veda dan KAKG terbukti memberikan dampak positif di masyarakat.
Menjadi penerima SATU Indonesia Awards memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Veda. Dia merasa senang dan terharu. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa apa yang dilakukan oleh KAKG ini diapresiasi oleh masyarakat.
Bersama anugerah ini, Veda berharap bisa mengembangkan KAKG lebih besar lewat kerja sama strategis dan penelitian untuk menyokong advokasi kebijakan.
Selamat berjuang Justitia Avila Veda. Jadilah Dewi keadilan yang berani dan bijaksana. Semoga semesta mendukung setiap perjuangan langkah KAKG dalam menghapus kekerasan berbasis gender ini.
Referensi
- Wawancara online dengan Justitia Avila Veda
- Tangkapan layar IG @advokatgender
- https://goodstats.id/article/mengkaji-bentuk-bentuk-kekerasan-berbasis-gender-di-indonesia-KyCo1
- https://www.linkedin.com/in/jveda?originalSubdomain=id
11 Responses
Namanya, profesinya, dan sumbangsihnya untuk masyarakat sangat padu ya. Semoga memberikan banyak manfaat bagi masyarakat
Memang masih banyak terjadi kekerasan seksual. Dan para korbannya bisa mengalami luka mendalam. Makanya sangat perlu pendampingan agar bisa segera bangkit dan menata kembali hidup. Salur sekali yang dilakukan Mbak Vega dan teman-teman lewat KAKG.
Kekerasan psikis ini yang bahaya ya Kak karena nyaris gak keliatan, beda dengan kekerasan fisik.
kak Justitia hebat banget mau berjuang dan membela wanita.
Dari namanya, kak Justitia ini memang sudah mengarah ke hukum. Eh tak disangka memang terlahir dari orangtua dengan latar pendidikan bidang hukum juga
Kekerasan berbasis gender ini masih marak banget. Apalagi pada kaum perempuan. Karenanya perjuangan Justitia ini patut diapresiasi.
Aku kemarin juga kepoin kak Veda ini. keren banget sih. bermula dari ide sederhana di twitter, jadinya banyak banget yg terbantu berkat beliau dan teamnya
namanya unik, sudah sudah mengarah ke istilah hukum. Perjuangan kak Veda untuk mendampingi korban kekerasan berbasis gender ini sangat patut diapresiasi
Namanya udh hukum banget nih. Kak Justisia. Dari kata Justice yg berarti adil. Mgkn ama org tuanya udh dipersiapkan berkarier di bidang hukum biar bs membantu masyarakat yg membutuhkan perlindungan hukum.
Bnyk bgt sih kasus hukum yg butuh perlindungan. Ssmangt trs kak Justisia buat menegakkan keadilan.
banyak banget korban kekerasan sexual yang enggan melaporkan apa yang dialaminya karena takut dan malu. belum termasuk urusan hukum yang pelik dan membutuhkan biaya mahal. beruntung ada seorang kak Avila dengan KAKG yang peduli terkait hal ini ya.
Penampilan sederhana dari Justitia Avila Veda namun langkahnya luar biasa untuk mau mendampingi korban kekerasan terutama pada wanita. Karena selain women support women juga ini tentang kemanusiaan. Semoga hukum bisa berpihak pada kebenaran.
Astaghfirullah, serem banget ya ini revenge porn, merugikan banget secara materil dan immateril buat korban, apalagi buat kesehatan mentalnya juga. baru tau juga konsep ini, dan syukur sekarang ada lembaga hukum yang bisa jadi tim advokat kasus2 pelecehan berbasis gender ini ya